Jumat, 30 Mei 2014

Peranan Keluarga dan Sekolah didalam Membentuk Karakter Siswa


Didalam pembentukan karakter siswa menurut Lickona, bahwa karater berkaitan dengan sikap moral, perilaku moral, dan konsep moral. Ketiga komponen tersebut dapat dikatakan karakter yang baik yang dengan didukung oleh melakukan perbuatan kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan tentunya pengetahuan tentang kebaikan. Dibawah ini merupakan beberapa pendapat yang berkaitan dengan ketiga kerangka tersebut.
Karakter Pendidikan Menurut Kamus Psikologi, karakter adalah kepribadian yang dilihat dari titik tolak etis atau pun moral, misalnya yang berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap, dan kejujuran seseorang.

Karakter Pendidikan Menurut Kertajaya, Karakter adalah ciri khas yang dipunyai oleh suatu individu atau benda. Ciri khas tersebut merupakan asli dan mengakar pada kepribadian individu atau benda tersebut, serta merupakan “mesin” pendorong untuk seorang bagaimana merespon sesuatu, berucap, bersikap, dan bertindak.
Karakter Pendidikan Menurut Suyanto, pada tahun 2009 mendefinisikan karakter sebagai cara berperilaku dan berpikir yang menjadikan ciri khas se tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik didalam luang lingkup masyarakat, bangsa, negara maupun keluarga.
Pendidikan Karakter Menurut Lickona, menyatakan secara sederhana, pendidikan karakter bisa dijelaskan sebagai segala usaha yang bisa dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswanya. Tapi dalam artian untuk mengetahui mana yang tepat, yang dapat dikemukakan disini tentang definisi karakter pendidikan yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona mengatakan juga bahwa pengertian karakter pendidikan ialah suatu upaya yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga seseorang tersebut dapat melakukan nilai-nilai etika yang inti, memperhatikan, dan memahaminya.
Adapun Nilai-Nilai yang terdapat didalam Pendidikan Karakter, diantaranya:
Karakter Pendidikan, membutuhkan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan bisa tercapai. Diantaranya metode pembelajaran yang sudah sesuai ialah metodepujian dan hukuman, metode pembiasaan, dan metode keteladanan.
Karakter Pendidikan, yang mutlak dibutuhkan bukan hanya di lingkungan sekolah saja, tetapi di lingkungan sosial dan di lingkungan rumah juga. Bahkan untuk sekarang ini pesertanya bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tapi juga meliputi usia dewasa. Di zaman ini kita akan berhadapan dengan persaingan termasuk rekan-rekan di berbagai belahan negara di dunia. Bahkan kita pun yang masih berkarya di tahun itu pasti akan merasa perasaan yang sama. Tuntutan dari berbagai kualitas SDM pada tahun 2021 mendatang tentunya akan membutuhkan karakter yang baik. Karakter merupakan kunci dari salah satu keberhasilan individu. Menurut sebuah penelitian yang ada di Amerika, 90% beberapa kasus pemecatan yang disebabkan oleh perilaku tidak baik seperti , tidak jujur , tidak bertanggung jawab, & hubungan interpersonal yang tidak baik pula.
Selain dari itu juga, ditemukannya penelitian yang lain mengindikasikan bahwa 80%  keberhasilan untuk seseorang di masyarakat ditentukan oleh (EQ).
Karakter Pendidikan telah menjadi pusat perhatian diberbagai belahan dunia dalam rangka untuk menyiapkan generasi yang baik, tidak hanya untuk kepentingan individu warga negaranya saja, tetapi untuk keseluruhan warga masyarakat. Pendidikan karakter bisa diartikan sebagai usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.
Pembentukan ialah bagian dari pendidikan nilai melalui sekolah yang merupakan usaha mulia yang mendesak harus dilakukan. Ada 18 point nilai-nilai Karakter Pendidikan: , Tanggung jawab, Peduli sosial, Peduli lingkungan, Gemar membaca, Cinta Damai, Bersahabat/Komunikatif, Menghargai prestasi, Cinta tanah air, Semangat kebangsaan, Rasa ingin tahu, Demokratis, Toleransi, jujur, Disiplin, kreatif, Kerja Keras, Religius, Mandiri.
Dari  segi  psikologis, terdapat penurunan kualitas (usia psikologis) pada anak yang usianya 21 tahun di tahun 2001, dengan anak yang berusia 21 di tahun 2013. Maksudnya usia psikologis ialah usia kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis, usia kedewasaan, dan usia kelayakan.
Karakter ialah perilaku nilai-nilai manusia yang berhubungan dengan Tuhan YME, sesama manusia, lingkungan, dirisendiri, dan kebangsaan yang terwujud didalam adat istiadat, budaya, tata krama, hukum, pemikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama.
Untuk indonesia, Karakter Pendidikan sekarang ini juga berarti melakukan usaha yang sungguh-sungguh, sitematik, & tetunya berkelanjutan untuk membangun dan menguatkan kesadaran pada keyakinan semua orang di Indonesia bahwa masa depan yang lebih baik akan hilang tanpa dibangunnya dan dikuatkannya karakter rakyat Indonesia. Seperti halnya, tidak akan ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kegigihan, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kejujuran, tanpa semangat belajar yang tinggi,  tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, dan serta tanpa optimisme. Sanggupkah kita sebagai Bangsa Indonesia medapat tantangan seperti ini?
Menurut Theodore Roosevelt menyebutkan:  untuk mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-bahaya kepada masyarakat.
Sekolah juga berperan untuk membentuk karakter seorang Anak
Sekolah mempunyai tanggung jawab tidak hanya di dalam membentuk siswa yang muncul dalam teknologi dan ilmu pengetahuan, tetapi dalam jati dirinya juga, karakter kepribadiannya. Dalam hal ini kontekstual dan relevan tidak hanya di negara-negara yang sedang mengalami krisis watak seperti bangsa ini, tapi juga untuk negara-negara maju sekalipun.
Pada hakikatnya, sekolah bukan hanya sekedar  tempat “menyampaikan isi pengetahuan” belaka. Seperti yang telah dikemukakan oleh Fraenkel, sekolah tidaklah seolah-olah tempat di mana para guru menyampaikan pengetahuan dengan melalui berbagai mata pelajaran. Untuk sekolah sendiri ialah suatu lembaga yang mengusahakan upaya & proses pembelajaran yang berorientasi terhadap nilai (orientasi nilai perusahaan). selanjutnya, Fraenkel mengkutip dari John Childs yang mengatakan, Organisasi sebuah sistem sekolah yang ada pada dirinya sendiri merupakan satu usaha moral, karena itu merupakan upaya yang sengaja oleh manusia untuk mengontrol pola perkembangannya dimasyarakat.
Pembentukan pendidikan karakter dan watak melalui sekolah, tidak dapat dilakukan seolah-olah melalui pengetahuan pembelajaran, tetapi melalui nilai-nilai pendidikan atau penanaman. Secara luas, kajian-kajian yang menyangkut nilai biasanya mencakup 2 bidang pokok, etika dan estetika “ budi pekerti, akhlak, dan moral”. Etika mengacu kepada hal-hal tentang justifikasi terhadap tingkah laku yang pantas berdasarkan standar-standar yang berlaku didalam masyarakat, baik yang ada bersumber dari konvensi, agama, adat istiadat, dan lain sebagainya. Sedangkan, Estetika mengacu kepada hal-hal tentang dan justifikasi terhadap apa yang dipandang manusia sebagai (keindahan), yang mereka senangi. & standar-standar itu ialah point-point akhlak atau moral tentang tindakan mana yang benar dan mana yang salah.
Dalam lingkungan masyarakat luas yang mempunyai pengaruh besar terhadap berhasilnya penanaman point-point etika dan estetika untuk membentuk karakter. Dari perspektif Muslim, Berdasarkan Quraish Shihab (1996: 321), dengan situasi kemasyarakatan  yang sistem nilai dianutnya, mempengaruhi cara pandang dan sikap masyarakat secara keseluruhan. Jika sistem nilai ini dan cara pandangan mereka terbatas pada “di sini dan kini”, maka ambisi & upayanya terbatas pada di sini dan kini pula.
Di dalam al-Qur’an juga terdapat banyaknya ayat-ayat yang menekankan tentang kekeluargaan anggota masyarakat menyangkut pada pengalaman sejarah yang sama, gerak langkah yang sama, solidaritas yang sama, dan tujuan bersama. Ini adalah sebagian dari apa yang ditulis Quraish Shihab, dari munculnya gagasan ajaran tentang nahy munkar, amar ma`ruf, dan fardhu kifayah, untuk tujuan bertanggung jawab bersama didalam menegakkan point-point yang benar dan mencegah point-point yang salah.
Upaya pembentukan karakter di sekolah, dengan melalui pendidikan karakter bersamaan dengan pendidikan point dan dengan langkah-langkah Sbb:
Pertama,untuk  menerapkan pendidikan berdasarkan karakter. Hal ini dilakukan dengan menerapkan Pendekatan berbasis karakter ke dalam setiap mata pelajaran, point yang ada di samping mata pelajaran-mata pelajaran tersebut khususnya untuk karakter pendidik, seperti pelajaran  pendidikan kewarganegaraan (PKn), sejarah, agama, Pancasila dsb. Memandang komentar terhadap mata pelajaran-mata pelajaran terakhir ini, perlu dilakukan reorientasi baik dari segi muatan dan pendekatan maupun isi, sehingga mereka tidak hanya menjadi ekedar hapalan dan verbalisme, tapi benar-benar berhasil dalam membantu pembentukan kembali jati diri dan karakter bangsa.
Kedua, dalam hal menjelaskan atau pun dalam hal mengklarifikasikan terhadap siswa secara terus menerus tentang berbagai point yang benar dan yang salah. Upaya ini bisa dibarengi dengan cara-cara memberi penghargaan dan menumbuh suburkan point-point yang benar dan sebaliknya mengecam & mencegah berlakunya point-point yang salah, menegaskan point-point yang benar dan yang salah secara terbuka dan terus memberikan kesempatan-kesempatan kepada peserta didik untuk memilih berbagai tindakan berdasarkan nilai dan alternatif sikap, untuk melakukan pilihan secara bebas sesudah menimbang dalam-dalam dengan berbagai konsekuensi dari setiap tindakan, dan pilihan, membiasakan bertindak dan bersilap atas berprasangka baik (husn al-zhan), niat dan tujuan-tujuan yang ideal, membiasakan bertindak dan bersikap dengan pola-pola yang benar yang diulangi secara konsisten dan terus menerus.
Ketiga, dengan menerapkan pendekatan “pemodelan” atau “keteladanan” atau “uswah hasanah”. Yaitu membiasakan dan mensosialisasikan lingkungan sekolah untuk menghidupkan & menegakkan nilai-nilai akhlak & moral yang baik melalui model atau teladan. Setiap tenaga kependidikan lain dan guru di lingkungan sekolah hendaklah bisa menjadi “uswah hasanah” yang hidupnya teladan bagi setiap anak didiknya. Mereka pun juga harus siap dan terbuka untuk mendiskusikan bersama siswa tentang berbagai point-point yang sudah baik tersebut.
Peran Keluarga dalam Pembentukan Karakter Anak
Menurut Indah Phillips di dalam The Great Learning (2000:11): “Jika ada kebenaran dalam hati, akan ada keindahan dalam karakter, jika ada keindahan dalam karakter, akan ada keharmonisan dalam rumah, jika ada harmoni di rumah , akan ada ketertiban di negara ini, jika ada order di negara ini, akan ada perdamaian di dunia “.
Menemukan berbagai kenyataan yang pahit seperti diatas dengan mempertimbangkan, karakter pemdidikan merupakan salah satu  langkah strategis terpenting dalam membangun kembali jati diri terhadap bangsa & menggalang pembentukan di masyarakat Indonesia yang baru. Karakter pendidikan haruslah melibatkan berbagai pihak, di keluarga dan rumah tangga,  lingkungan sekolah yang lebih luas (masyarakat) dan disekolah. Hal ini merupakan, langkah utama yang harus dilakukan ialah menyambung kembali hubungan dan jaringan pendidikan yang nyaris putus di antara ketiga lingkungan pendidikan tersebut. Pembentukan sifat dan karakter pendidikan tidak akan pernah berhasil selama di antara ketiga lingkungan pendidikan tidak ada keharmonisasian dan kesinambungan.
Tentunya keluarga dan rumah tangga hal yang paling utama sebagai lingkungan pembentukan Sifat dan karakter pendidikan utama dan pertama harusnya diberdayakan kembali. Sebagaimana yang telah disarankan Phillips, keluarga hendaklah menjadi pelopor kembali “sekolah kasih sayang”, sekolah bagi kasih sayang menurut Phillips 2000. Di dalam perspektif muslim, keluarga sebagai “sekolah kasih sayang” bisa dikatakan sebagai “, tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang, madrasah mawaddah wa rahmah.
Muslim memberikan juga perhatian sangat besar bagi pembinaan keluarga (usrah). Keluarga merupakan basis dari ummah (bangsa), & karena itu keadaan keluarga sangatlah menentukan keadaan ummah tersendiri. Bangsa terbaik menurut (khayr ummah) yang merupakan ummah wasath (bangsa yang moderat), dan ummah wahidah (bangsa yang satu) sebagaimana dicita-citakan Muslim hanya dapat dibentuk melalui sikap keluarga yang dibangun dan yang dikembangkan menurut dasar mawaddah wa rahmah.
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan Anas r.a juga, ada empat ciri keluarga yang baik. Pertama, keluarga di mana setiap anggotanya saling menghormati dan menyayangi, saling asah dan asuh. Kedua, keluarga yang memiliki semangat (ghirah) dan kecintaan untuk mempelajari dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan sebaik-baiknya untuk kemudian mengamalkan dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, keluarga yang sadar akan kelemahan dan kekurangannya, dan karena itu selalu berusaha meningkatkan ilmu dan pengetahuan setiap anggota keluarganya melalui proses belajar dan pendidikan seumur hidup (life long learning), min al-mahdi ila al-lahdi. Dan keempat, keluarga yang dari segi nafkah (konsumsi) tidak berlebih-lebihan; tidak ngoyo atau tidak serakah dalam usaha mendapatkan nafkah; sederhana atau tidak konsumtif dalam pembelanjaan.
Dari ciri-ciri seperti di atas dengan keluarga yang mawaddah wa rahmah, pastinya anak-anak sudah mempunyai bekal dan potensi yang cukup untuk mengikuti proses pembelajaran yang ada di sekolahnya.
Dan pada akhirnya, untuk Penguatan pendidikan moral ataupun pendidikan karakter yang ada dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sudah melanda di negara kita. Krisis tersebut berupa banyaknya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan terhadap anak-anak dan remaja, pencurian remaja, kejahatan terhadap teman, kebiasaan menyontek, pornografi, penyalahgunaan obat-obatan, dan perusakan milik orang lain yang telah menjadi masalah sosial sehingga pada saat ini belum bisa diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa sangat pentingnya karakter pada pendidikan.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar