Jumat, 13 Juni 2014

KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI


Ditulis oleh: -
Penyebutan karakteristik masyarakat madani dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa dalam merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan prasyarat-prasyarat yang menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya menjadi salah satunya saja, melainkan merupakan satu kesatuan yang integral menjadi dasar dan nilai bagi eksistensi masyarakat madani. Karakteristik tersebut antara lain adalah Free Public Sphere, Demokratis, Toleransi, Pluralisme, Keadilan Sosial (Social Justice) dan Berkeadaban.

FREE PUBLIC SPHERE
 
Yang dimaksud dengan free public sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebas lah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Habermas. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis bisa diartikan sebagai wilayah dimana masyarakat sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik. Warga negara berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan informasi kepada publik.
Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan menafikan adanya ruang publik yang bebas dalam tatanan masyarakat madani, maka akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa yang tiranik dan otoriter.

Rabu, 11 Juni 2014

6 Ciri Karakter Anak Bermasalah



“Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Itu pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.
Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.
Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :
  • Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).
  • Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah.
Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.
Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Membangun Karakter Sejak Pendidikan Anak Usia Dini


Kawan, jika saya ditanya kapan sih waktu yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang? Maka, jawabnya adalah saat masih usia dini. Benarkah? Baiklah akan saya bagikan sebuah fakta yang telah banyak diteliti oleh para peneliti dunia.

Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.
Nah, oleh karena itu, kita sebagai orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kita sebagai orang tua kadang tidak sadar, sikap kita pada anak justru akan menjatuhkan si anak. Misalnya, dengan memukul, memberikan pressure yang pada akhirnya menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih dan mewujudkan keinginannya. Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker gara-gara ia minder atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu karena ia tidak mau mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia bersikap positif maka resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan. Anda setuju kan?

Karakter dan Kepribadiannya Anak Tunggal

Tulisan ini merupakan saduran dan cuplikan dari sebuah artikel yang ditulis oleh 2 orang pakar psikologi. Artikel ini merupakan artikel lama yang pernah dimuat di koran Kompas, 5 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 24 Juni 2004.
Sudah lama memang, tapi tulisan yang membahas perihal karakter dan kepribadian yang menjadi ciri khasnya anak tunggal menurut pendapatnya Alfred Adler -seorang pelopor psikologi individual- rasanya masih tetap relevan untuk situasi hari ini. Apalagi, apa yang disampaikan pada waktu yang telah lampau itu, pada beberapa peristiwa yang terjadi selama 5 tahun terakhir ini, telah nyata terbukti adanya.
Kita ambil salah satu contoh saja, soal peragu dan terlalu berhati-hati dalam membuat keputusan. Sehingga kemampuannya yang di atas rata-rata dan memungkinkannya mengambil keputusan tegas itu tidak sejalan dengan lambatnya ia mengambil keputusan.
Beberapa peristiwa itu memang menunjukkan kebenaran adanya pengaruh karakteristik kepribadian anak tunggal yang secara psikologis masih kuat dalam dirinya.
Hal lain dari ciri menonjolnya adalah akan selalu berusaha tampil charming, menjaga perilaku, dan mengontrol diri secara ketat yang selalu menjaga penampilannya kapan dan di mana pun.
Jika orangtua mendidiknya dengan baik, anak tunggal akan menjadi anak yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan dan menjalankan tugas, tetapi tetap butuh untuk mendapat perhatian yang tetap besar. Namun peristiwa keberpisahan kedua orang yang diharapkannya menjadi sumber perhatian terbesar dalam hidupnya akan mengakibatkan ia kehilangan perhatian.
Menurut aspek motif sosial menurut McLelland, salah satu ciri menonjol lainnya adalah kebutuhan akan prestasi dan afiliasi. Prestasi tinggi yang diraihnya itu merupakan tuntutan dari besarnya kebutuhan akan prestasi. Dasar dorongan berprestasi adalah kebutuhannya untuk tetap mendapatkan perhatian dari orang lain. Artinya, dasar dari kebutuhan berprestasi dalam dirinya adalah cermin dari kebutuhan afiliasi.

Peran Pola Asuh Dalam Membentuk Karakter Anak


Berhasil mendidik anak-anak dengan baik adalah impian semua guru dan orang tua. Setiap guru dan orang tua pasti ingin agar anaknya bisa sukses dan bahagia, namun apakah pada kenyataannya semudah itu? Mayoritas orangtua pernah mengalami kesulitan dalam mendidik buah hati tercinta
Para guru dan orang tua, ijinkan saya bertanya kepada Anda… Pernahkan kita berpikir bahwa program negatif yang (mungkin) secara tidak sengaja kita tanamkan ke pikiran bawah sadar anak kita, akan terus mendominasi dan mengendalikan hidupnya – membuatnya jadi berantakan di masa depan? Jika mau jujur melakukan evaluasi pada diri sendiri, bisa jadi kita semua termasuk saya sebagai orang tua telah dan sedang melakukan hal ini terhadap anak-anak kita.

Mengutip apa yang diungkapkan Dorothy Law Nollte:
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri
Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar percaya
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih dalam kehidupannya

Membentuk Karakter Anak yang Berkualitas


“Karakter seorang anak terbentuk terutama pada saat dia berusia 3 hingga 10 tahun. Adalah tugas kita sebagai orang tua untuk menentukan input seperti apa yang masuk ke dalam pikirannya, sehingga bisa membentuk karakter anak yang berkualitas”
- Sonny Vinn –

Pendidikan macam apa yang perlu kita tekankan sejak awal ?
1. Pendidikan keagamaan
Ini adalah hal yang utama perlu ditekankan pada seorang anak ; seorang anak perlu tahu siapa Tuhannya, cara beribadah, dan bagaimana memohon berkat dan mengucap syukur. Tunjukkan buku, gambar, dan cerita-cerita yang bisa menginspirasi si anak yang berhubungan dengan keagamaan tersebut. Jika memungkinkan, ajak anak anda untuk ikut ke tempat ibadah bersama. Semakin dini kita menanamkan hal ini pada seorang anak, akan semakin kuat ahlak dan keyakinan akan Tuhan di dalam diri anak kita.

2. Kualitas input yang diterima
Seorang anak pada usia dibawah 10 tahun belum mempunyai fondasi yang kuat dalam prinsip hidup, cara berpikir, dan tingkah laku. Artinya, semua hal yang dilihat, didengar, dan dirasakan olehnya selama masa pertumbuhan tersebut akan diserap semuanya oleh pikiran dan dijadikan sebagai dasar atau prinsip dalam hidupnya. Adalah tugas orang tua untuk memilah dan menentukan, input-input mana saja yang perlu dimasukkan,dan mana yang perlu dihindarkan. Menonton televisi misalnya, tidaksemua acara itu bagus. Demikian juga dengan membaca majalah, menontonfilm, mendengarkan radio, dan sebagainya.

Pendidikan Karakter Anak Dimulai Sejak Usia Dini

Sebuah pepatah yang dikemukakan oleh Thomas Lickona “Walaupun jumlah anak-anak hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan”. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya. Selain itu, menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis.
Berbagai pendapat dari banyak pakar pendidikan anak, dapat disimpulkan bahwa terbentunya karakter manusia adalah dari dua faktor, yaitu nature (faktor alami atau fitrah), dimana semua manusia mempunyai kecenderungan untuk mencintai kebaikan dan nurture (sosialisasi dan pendidikan) yaitu faktor lingkungan, dimana usaha memberikan pendidikan dan sosialisasi adalah sangat berperan didalam menentukan apa yang akan dihasilkan nantinya dari seorang anak.
Pendidikan moral pada usia dini harus dilakukan sejak anak dilahirkan, apabila masa usia 2 tahun pertama anak sudah mendapatkan cinta, maka sangat mudah anak tersebut dibentuk menjadi manusia yang berakhlak mulia. Menurut hasil penelitian, anak-anak usia 2 tahun sudah dapat diajarkan nilai-nilai moral, bahkan mereka sudah dapat mempunyai perasaan empati terhadap kesulitan atau penderitaan orang lain.
Pendidikan karakter yang dilakukan di sekolah dapat memberikan arahan mengenai konsep baik dan buruk sesuai dengan tahap perkembangan umur anak. Mengingat pentingnya pembentukan karakter sedini mungkin, maka hendaknya setiap sekolah, terutama sekolah taman kanak-kanak dapat menerapkan pendidikan karakter di sekolahnya.