1 Oktober 2013, Hari Kesaktian Pancasila
- Bung Karno pernah berpesan kepada kita, “Bangsa ini harus dibangun
dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building), karena
pembangunan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa
yang besar, maju, jaya, dan bermartabat. Jika pembangunan karakter ini
tidak dilakukan (atau salah melaksanakannya), maka bangsa Indonesia akan
menjadi bangsa kuli” (Soemarno Soedarsono, 2009: sampul). Marilah kita
renungkan pesan Bung Karno tersebut dengan menyimak realitas kehidupan
masyarakat Indonesia saat ini.
Akhir-akhir ini kalangan birokrat,
pendidik, orang tua, dan generasi muda Indonesia resah, khawatir, dan
kecewa karena adanya krisis keteladanan. Pancasila sebagai ideologi
berbangsa dan bernegara semestinya jadi living values masyarakat
Indonesia sehari-hari, masih jauh dari harapan. Ditambah lagi, di
tingkat satuan pendidikan, mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan dihapus menjadi hanya Pendidikan Kewarganegaraan (di
semua jenjang pendidikan). Hal ini membawa konsekuensi ditinggalkannya
nilai-nilai Pancasila seperti musyawarah, gotong royong, kerukunan dan
toleransi beragama.
Menempatkan pendidikan karakter sebagai
sesuatu kekuatan bangsa, menjadi hal mendesak yang harus dilakukan
bangsa ini. Melalui kebijakan dan implementasi pendidikan dengan cara
mengangkat kembali nilai-nilai Pancasila sebagai pendidikan karakter di
sekolah, termasuk perguruan tinggi. Sudah seharusnya apabila,
nilai-nilai karakter yang ada dalam Pancasila disemai kembali di
lingkungan pendidikan dengan merevitalisasi pengampu mata kuliah, metode
pembelajaran, metode pendekatan, dan sistem evaluasi yang
berkesinambungan agar dapat berjalan secara efektif.
Adapun nilai-nilai karakter yang ada
dalam sila-sila Pancasila, (1) Sila I. Ketuhanan Yang Maha Esa -
Nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan tuhan, seperti (i) Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, (ii) Mengembangkan sikap hormat menghormati, bekerjasama,
membina kerukunan hidup, tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
Tuhan YME kepada orang lain. (2) Sila II. Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab – Nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan sesama manusia,
seperti (i) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai Tuhan YME, (ii) Mengakui persamaan derajad, hak,
dan kewajiban asasi setiap manusia, (iii) Mengembangkan sikap saling
mencintai, tenggang rasa, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan
berani membela kebenaran dan keadilan. (3) Sila III. Persatuan
Indonesia – Nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan lingkungan,
seperti (i) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama diatas
kepentingan pribadi dan golongan, (ii) Mengembangkan rasa kebanggan,
kebangsaan, dan bertanah air Indonesia. (4) Sila IV. Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan -
Nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan sesama, seperti (i)
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama, (ii) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang
dicapai sebagai hasil musyawarah. (5) Sila V. Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia – Nilai-nilai karakter yang berhubungan dengan
diri sendiri dan sesama, seperti (i) Mengembangkan perbuatan yang luhur
yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan,
(ii) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila
jelas sangat lengkap dan harus secara serius ditanamkan kepada mahasiswa
sebagai modal membangun jatidiri, sehingga mereka siap memegang estafet
pembangunan di masa yang akan datang.
Cara yang dapat dilakukan adalah
Pertama, “Knowing the Good” bahwa mahasiswa harus mengetahui nilai-nilai
karakter yang ada dalam sila-sila Pancasila dan mengetahui mengapa
nilai-nilai karakter tersebut perlu dilakukan. Kedua, “Feeling the Good”
konsep ini mencoba membangkitkan rasa cinta mahasiswa untuk melakukan
perbuatan baik yang ada dalam sila-sila Pancasila. Disini mahasiswa
dilatih untuk merasakan efek (pengaruh) dari perbuatan baik yang dia
lakukan. Jika Feeling the Good ini sudah tertanam, itu dapat menjadi
engine (kekuatan luar biasa) dari dalam diri seseorang untuk melakukan
kebaikan dan mengerem dirinya agar terhindar dari perbuatan yang
negatif. Ketiga, “Acting the Good”, pada tahap ini mahasiswa dilatih
untuk melakukan perbuatan baik. Tanpa melakukan, apa yang diketahui,
dirasakan oleh seseorang tidak akan ada artinya. Melakukan sesuatu yang
baik harus dilatih, sehingga akan menjadi/merupakan bagian dari
kehidupan mereka. Ketiga hal tersebut harus dilatih secara terus menerus
sehingga menjadi suatu kebiasaan. “Habit of the mind, habit of the
heart, and habit of the hand”. (nad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar