Karakter
Anak usia dini (0-6 th) adalah unik. Mereka aktif, spontan, ceria, dan
penuh rasa ingin tahu. Smua stimulus akan direspon pada usia ini, semua
informasi akan diserap dan mereka akan menangkap apa saja yang ada
disekitarnya. Anak-anak aktif dan belajar melalui semua inderanya.
Anak usia dini kita ibaratkan seperti spons yang menyerap smua yang ada di sekelilingnya dan semua yang diserap itu akan menjadi fondasi penting dalam pembentukan kepribadiannya kelak.
Pendidikan karakter pada usia dini merupakan proses belajar tentang segala aspek dan komponen yang dibutuhkan untuk membentuk kepribadian yang matang dan paripurna, dimana orang tua, guru, lingkungan dan masyarakat berperan sebagai pilar utamanya. pada usia ini anak sangat membutuhkan keteladanan, bukan hanya sekedar nasehat atau norma tertulis.
Anak usia dini kita ibaratkan seperti spons yang menyerap smua yang ada di sekelilingnya dan semua yang diserap itu akan menjadi fondasi penting dalam pembentukan kepribadiannya kelak.
Pendidikan karakter pada usia dini merupakan proses belajar tentang segala aspek dan komponen yang dibutuhkan untuk membentuk kepribadian yang matang dan paripurna, dimana orang tua, guru, lingkungan dan masyarakat berperan sebagai pilar utamanya. pada usia ini anak sangat membutuhkan keteladanan, bukan hanya sekedar nasehat atau norma tertulis.
Imitasi adalah proses meniru atau
mencontoh, dimana pada pada anak usia dini proses inilah yang pertama
dilakukannya dalam memenuhi rasa ingin tahu dan merespon stimulasi
lingkungan. Anak akan meniru smua yang dia lihat, dengar dan rasakan
dari lingkungan.
Identifikasi adalah proses selanjutnya ketika imitasi diberi penguatan berupa reward and punisment serta dilengkapi dengan deskripsi yang baik. Anak akan belajar mengenali semua prilaku yang ditirunya dan mulai bisa membedakan mana prilaku yang dapat diterima dan memberi dampak positif serta mana prilaku yang tidak bisa diterima dan memberi dampak negatif.
Internalisasi adalah proses pemahaman ketika prilaku yang suhat dikenalinya mulai dibiasakan dan diberi penguatan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Internalisasi inilah yang kemudian membetuk pemahaman anak dan membangun fondasi kepribadiannya secara utuh.
Misalnya, anak meniru tokoh kartunnya yang suka melempar barang ketika bertarung, ini adalah proses imitasi dan biasanya dilakukannya ketika bermain peran dengan teman-temannya. Orang tua dan gurunya membantu melakukan proses identifikasi bahwa melempar barang kepada teman tidak bisa diterima karena akan menyakiti teman dan hal tersebut tidak sopan, maka disini anak belajar untuk membedakan prilaku mana yang bisa diterima oleh masyarakat dan yang mana yang tidak. Prilaku positifnya diberi penguatan dengan pujian atau hadiah yang lain sehingga akan berulang dan cenderung menetap. Kebiasaan dan pemahaman terhadap prilakunya inilah yang kemudian terinternalisasi dalam karakternya dan menjadi komponen dalam pembentukan kepribadian.
Tujuan Pendidikan Karakter pada Usia Dini
Belajar adalah hakekat manusia, dilakukan semenjak manusia ada di dalam kandungan sampai ke penghujung usianya nanti. Maka pendidikan karakter pada usia dini bertujuan untuk membantu proses belajar anak dalam pemahaman norma dan nilai sehingga mampu memilki semua komponen yang dibutuhkan untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan paripurna yang sesuai dengan perkembangan zamannya.
Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang urgen pada saat ini karena semakin maraknya terjadi demoralisasi dan degedrasi pengetahuan dalam masyarakat. Masyarakat cenderung lebih menghargai keunggulan intelektual dan menyampingkan kematangan emosianal, sosial dan spiritual. Banyak muncul lulusan sekolah dan sarjana yang berotak cerdas tetapi mentalnya lemah dan prilakunya tidak terpuji. Penelitian telah mengungkapkan bahwa ternyata keberhasilan dan kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemapuan teknis (hard skill) semata tetapi jug oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Berangkat dari sinilah maka pendikikan karakter sebaiknya masuk pada ranah terkecil dan dimulai sedini mungkin agar lahir generasi penerus yang memilki kepribadian berkualitas dan paripurna sehingga mampu menjadi penopang bagi bangsa yang hebat, tangguh dan mampu berperan dalam tataran dunia.
Nilai-nilai Karakter yang Dikembangkan Pada Usia Dini
• Nilai spiritual dalam hubungannya dengan Tuhan. Nilai ini bersifat religius, dimana anak belajar untuk memahami bahwa pikiran, perkataan dan tindakannya diusahakan selalu didasari oleh nilai keTuhanan dan ajaran agamanya
• Nilai yang berhubungan dengan dirinya sendiri secara internal, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, mandiri, percaya diri, kreatifitas, hidup sehat dan cinta ilmu.
• Nilai yang berhubungan dengan sesama dan lingkungan, seperti memahami hak diri sendiri dan orang lain, patuh pada aturan, menghargai orang lain dan bersikap santun.
Penerapan Pendidikan Karakter Pada Usia Dini
• Membangun konsep diri positif
Pribadi yang produktif dan bijaksana terbukti memilki konsep diri positif, dimana mereka mampu mengenali kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri yang kemudian berhasil mengembangkan kelebihan yang dimilikinya serta mampu mengatasi kekurangannya dengan melakukan kompromi dan kerjasama dengan lingkungan sosialnya.
Identifikasi adalah proses selanjutnya ketika imitasi diberi penguatan berupa reward and punisment serta dilengkapi dengan deskripsi yang baik. Anak akan belajar mengenali semua prilaku yang ditirunya dan mulai bisa membedakan mana prilaku yang dapat diterima dan memberi dampak positif serta mana prilaku yang tidak bisa diterima dan memberi dampak negatif.
Internalisasi adalah proses pemahaman ketika prilaku yang suhat dikenalinya mulai dibiasakan dan diberi penguatan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Internalisasi inilah yang kemudian membetuk pemahaman anak dan membangun fondasi kepribadiannya secara utuh.
Misalnya, anak meniru tokoh kartunnya yang suka melempar barang ketika bertarung, ini adalah proses imitasi dan biasanya dilakukannya ketika bermain peran dengan teman-temannya. Orang tua dan gurunya membantu melakukan proses identifikasi bahwa melempar barang kepada teman tidak bisa diterima karena akan menyakiti teman dan hal tersebut tidak sopan, maka disini anak belajar untuk membedakan prilaku mana yang bisa diterima oleh masyarakat dan yang mana yang tidak. Prilaku positifnya diberi penguatan dengan pujian atau hadiah yang lain sehingga akan berulang dan cenderung menetap. Kebiasaan dan pemahaman terhadap prilakunya inilah yang kemudian terinternalisasi dalam karakternya dan menjadi komponen dalam pembentukan kepribadian.
Tujuan Pendidikan Karakter pada Usia Dini
Belajar adalah hakekat manusia, dilakukan semenjak manusia ada di dalam kandungan sampai ke penghujung usianya nanti. Maka pendidikan karakter pada usia dini bertujuan untuk membantu proses belajar anak dalam pemahaman norma dan nilai sehingga mampu memilki semua komponen yang dibutuhkan untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan paripurna yang sesuai dengan perkembangan zamannya.
Pendidikan karakter menjadi sesuatu yang urgen pada saat ini karena semakin maraknya terjadi demoralisasi dan degedrasi pengetahuan dalam masyarakat. Masyarakat cenderung lebih menghargai keunggulan intelektual dan menyampingkan kematangan emosianal, sosial dan spiritual. Banyak muncul lulusan sekolah dan sarjana yang berotak cerdas tetapi mentalnya lemah dan prilakunya tidak terpuji. Penelitian telah mengungkapkan bahwa ternyata keberhasilan dan kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemapuan teknis (hard skill) semata tetapi jug oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Berangkat dari sinilah maka pendikikan karakter sebaiknya masuk pada ranah terkecil dan dimulai sedini mungkin agar lahir generasi penerus yang memilki kepribadian berkualitas dan paripurna sehingga mampu menjadi penopang bagi bangsa yang hebat, tangguh dan mampu berperan dalam tataran dunia.
Nilai-nilai Karakter yang Dikembangkan Pada Usia Dini
• Nilai spiritual dalam hubungannya dengan Tuhan. Nilai ini bersifat religius, dimana anak belajar untuk memahami bahwa pikiran, perkataan dan tindakannya diusahakan selalu didasari oleh nilai keTuhanan dan ajaran agamanya
• Nilai yang berhubungan dengan dirinya sendiri secara internal, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, mandiri, percaya diri, kreatifitas, hidup sehat dan cinta ilmu.
• Nilai yang berhubungan dengan sesama dan lingkungan, seperti memahami hak diri sendiri dan orang lain, patuh pada aturan, menghargai orang lain dan bersikap santun.
Penerapan Pendidikan Karakter Pada Usia Dini
• Membangun konsep diri positif
Pribadi yang produktif dan bijaksana terbukti memilki konsep diri positif, dimana mereka mampu mengenali kekurangan dan kelebihan dirinya sendiri yang kemudian berhasil mengembangkan kelebihan yang dimilikinya serta mampu mengatasi kekurangannya dengan melakukan kompromi dan kerjasama dengan lingkungan sosialnya.
Konsep diri positif adalah modal
penting bagi anak usia dini untuk bisa memandang dirinya sendiri
sebagai pribadi yang baik sehingga kelak pada usia remaja dan dewasa
individu tersebut juga memilki tolak ukur diri yang baik serta mampu
bekerjasama dengan lingkungan sosial secara proporsional.
Pada penerapannya konsep diri anak
dibangun melalui penerimaan yang baik dari orang tua, guru dan
lingkungan terhadap kondisinya. Anak diterima dengan segala kelebihan
dan kekurangan yang dimilikinya. Kelebihan anak kita kembangkan dan di
sisi lain kita membantu untuk mengatasi kekurangannya. Jangan menilai
anak secara subyektif melalui sudut pandang dewasa tetapi berusahalah
mememahami mereka sesuai dengan tahap perkembangan usianya serta
keunikannya.
Orang tua dan guru diharapkan mampu
membangun komunikasi dua arah yang ideal dengan anak. Biasakan untuk
menyimak apa yang disampaikan anak tanpa melakukan kritik atau
mengecilkan pendapatnya. Biarkan anak menyampaikan pendapatnya secara
aktif. Beri teladan dan bimbingan dalam proses diksusi tersebut agar
anak belajar cara komunikasi yang efektif, kapan dia sebaiknya
mendengarkan dan kapan dia harus bicara.
Kemampuan komunikasi positif adalah
salah satu modal terpenting bagi anak untuk menyampaikan pikiran dan
isi hatinya dengan asertif dan santun. Di kemudian hari kemampuan ini
akan sangat berguna dalam perannya sebagai anggota masyarakat sosial.
Selain itu komunikasi yang baik antara
orang tua, guru dan anak akan membantu menjalin kedekatan satu sama
lain. Hal ini juga memudahkan orang tua dan guru untuk mentranfer
nilai-nilai kebijakan pada anak tanpa kesan menghakimi atau menggurui.
Anak yang mendapatkan penerimaan tanpa syarat akan belajar menghargai dirinya sendiri dan berkembang menjadi anak yang bahagia. Kemampuan untuk bahagia inilah yang kemudian akan mengantarkannya menjadi pribadi yang penuh syukur dan berusaha berguna bagi sekelilingnya.
Anak yang mendapatkan penerimaan tanpa syarat akan belajar menghargai dirinya sendiri dan berkembang menjadi anak yang bahagia. Kemampuan untuk bahagia inilah yang kemudian akan mengantarkannya menjadi pribadi yang penuh syukur dan berusaha berguna bagi sekelilingnya.
Tak peduli betapapun berhasilnya anak
dalam kehidupannya kelak, kalau ia tak pernah belajar merasa bahagia
pada awal hidupnya maka ia tidak akan bahagia.
• Menanamkan nilai spiritual
Pada anak usia dini penjelasan nilai spiritual sebaiknya masih dalam bentuk konkret, karena pada tahapan usia ini mereka belum memahami nilai spritual abstak seperti yang dipahami oleh orang dewasa.
Pada anak usia dini penjelasan nilai spiritual sebaiknya masih dalam bentuk konkret, karena pada tahapan usia ini mereka belum memahami nilai spritual abstak seperti yang dipahami oleh orang dewasa.
Misalnya, mereka belum paham konsep
“dosa” sehingga kalau dia berteriak pada ibunya dan kita mengancam
dengan bahwa sikapnya itu akan membuat dia berdosa, maka kemungkinan
prilaku itu akan berulang kembali, karena dosa adalah konsep abstak.
Sebaiknya kita jelaskan bahwa berteriak pada ibu itu membuat ibunya
sedih, hal ini jauh lebih mudah dipahaminya, karena ibu yang sedih jauh
lebih konkret baginya.
Setelah itu kita lanjutkan penjelasan bahwa Tuhan sangat sayang padanya, sangat sayang pada anak yang sabar dan bertutur kata baik, sama seperti ibu juga sayang sekali padanya.
Setelah itu kita lanjutkan penjelasan bahwa Tuhan sangat sayang padanya, sangat sayang pada anak yang sabar dan bertutur kata baik, sama seperti ibu juga sayang sekali padanya.
Penanaman nilai spritual pada usia dini
sebaiknya diberikan bukan dalam konsep dogmatis atau bentuk hafalan
dan ritual tanpa makna, melainkan dalam bentuk keteladanan dalam
prilaku sehari-hari dan pengambaran kasih sayang Tuhan terhadap umatnya
secara universal.
Misalnya anak dibiasakan membaca doa
sebelum dan sesudah makan, namun juga diberi penjelasan bahwa itu
adalah caranya berterima kasih pada Tuhan atas makanan yang tersaji,
bahwa Tuhan sangat sayang padanya sehingga memberi makanan yang bisa
membuatnya kuat dan sehat. Kebiasaan ini sebaiknya dilakukan orang tua
secara konsisten sebagai keteladanan, sehingga anak memahaminya sebagai
nilai spiritual yang termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari, bukan
hanya ritual tanpa makna.
Nilai spritual sangat penting bagi
anak. Karena nilai ini akan menjadi dasar kepribadian yang rendah hati,
bijaksana dan santun. Pribadi yang akan memanifestasikan nilai dan
norma agama dalam setiap aspek kehidupanya, bukan hanya menjalankan
ritual tanpa makna.
Pemahaman terhadap nilai spiritual yang
baik akan membuatnya memahami bahwa ada yang jauh lebih besar dari
dirinya, sehingga tetap berani bermimpi besar, berusaha kuat namun
tetap berpijak di bumi.
• Memberi teladan dan membiasakan prilaku yang baik
Sesuai proses belajar pada anak usia dini maka tahap awal dari belajarnya adalah meniru dan kemudian mebiasakannya sebelum terbentuk menjadi karakter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek terpenting dalam hal ini adalah “keteladanan”.
Sesuai proses belajar pada anak usia dini maka tahap awal dari belajarnya adalah meniru dan kemudian mebiasakannya sebelum terbentuk menjadi karakter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aspek terpenting dalam hal ini adalah “keteladanan”.
Keteladanan membutuhkan konsistensi.
Hal ini mudah dikatakan tapi belum tentu mudah dalam pelaksanaan. Oleh
sebab itulah dibutuhkan kerjasama antara orang tua, guru dan lingkungan
untuk membangun tempat hidup yang positif bagi anak.
Orang tua dan guru sebagai pihak yang
terdekat dengan anak sebaiknya merenungkan kembali peran dan fungsi
utama kita dalam membangunan karakter dan intelektual anak, sehingga
kita selalu terdorong untuk terus belajar dan memperbaiki kualitas diri.
• Mendorong rasa ingin tahu dan proses kreatif
Pada tataran ini orang tua dan guru diharapkan menciptakan lingkungan terbuka bagi anak, dimana mereka mampu mengeksplorasi dunianya dalam bimbingan dan rasa aman.
Pada tataran ini orang tua dan guru diharapkan menciptakan lingkungan terbuka bagi anak, dimana mereka mampu mengeksplorasi dunianya dalam bimbingan dan rasa aman.
Budayakan diskusi di rumah dan sekolah,
sehingga anak terlatih menyampaikan rasa ingin taunya dengan vara yang
santun dan baik namun tetap mendapatkan informasi akurat yang
dibutuhkan. Diskusi juga membantu melatih anak untuk mampu berpikir
kritis dan mengasah logikanya.
Semua proses kreatif tidak mungkin
lepas dari kesalahan dan kegagalan. Biasakan anak untuk memahami bahwa
salah dan gagal bukan hal buruk selama dia mau bertanggung jawab dan
memperbaikinya. Orang tua dan guru sebaiknya memahami bahwa kesalahan
dan kegagalan yang dibuat anak adalah caranya mempelajari suatu
keterampilan. Sehingga kita tidak perlu bereaksi berlebihan ketika anak
melakukannya, kita justu diharapkan mampu mendorongnya untuk
mengidentifikasi kesalahannya dan membimbingnya utuk memperbaiki dan
melakukan dengan lebih baik lagi nantinya.
Proses ini juga akan mendorong anak
untuk mencintai belajar, mencintai ilmu. Mereka akan memahami bahwa
belajar adalah caranya untuk memperkaya diri dengan pengetahuan, bukan
hanya sekedar mencari nilai di atas kertas.
Anak akan memahami bahwa proses belajar itu menyenangkan, karena kesalahan tidak membuat mereka takut namun semakin mendorong rasa ingin taunya dan mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan.
Anak akan memahami bahwa proses belajar itu menyenangkan, karena kesalahan tidak membuat mereka takut namun semakin mendorong rasa ingin taunya dan mengajarkan tentang nilai-nilai kehidupan.
Pencapaian yang didapat anak dari
proses kreatif ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan keterampilan
untuk selalu mengembangkan diri.
Anak yang memilki keterampilan untuk
mengidentifikasi kesalahannya akan berkembang menjadi pribadi yang
mampu melakukan introspeksi diri dan penuh tanggung jawab.
Anak yang belajar memperbaiki kesalahannya akan berkembang menjadi pribadi yang jujur, tangguh, konsisten dan inovatif.
Anak yang memiliki ruang untuk melatih kreatifitasnya akan menjadi pribadi yang produktif dan bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
Anak yang belajar memperbaiki kesalahannya akan berkembang menjadi pribadi yang jujur, tangguh, konsisten dan inovatif.
Anak yang memiliki ruang untuk melatih kreatifitasnya akan menjadi pribadi yang produktif dan bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
• Melatih keterampilan sosial
Pada anak usia dini prilaku egosentris masih sangat dominan, hal ini wajar karena mereka memang sedang membangun konsep ke“aku”an dalam kepribadiannya.
Pada anak usia dini prilaku egosentris masih sangat dominan, hal ini wajar karena mereka memang sedang membangun konsep ke“aku”an dalam kepribadiannya.
Walaupun proses ini masih sangat
dominan namun penting sekali memberi ruang anak untuk melatih
keterampilan sosialnya karena latihan sejak dini akan memudahkannya
untuk melakukan identifikasi prilaku dan pemahaman norma. Kelak mereka
akan lebih mudah memahami perilaku mana yng bisa dan tidak bisa
diterima oleh sekelilingnya dan hal ini akan membantu pada proses
adaptasi dalam masyarakat.
Anak sudah bisa dikenalkan pada
lingkungan lain selain rumah dan sekolahnya, misalnya ikut dalam
kegiatan sosial dengan ibunya atau ikut les menari yang sesuai
minatnya. Cara ini akan membantu anak mengenali bahwa ada dunia lain
yang lebih luas selain di rumah dan di sekolah, juga bisa membantunya
memahami berbagai macam karakter orang dan berbagai aturan serta norma
yang berbeda dalam tiap lingkungan.
Proses di atas juga dapat membantu
mengasah empati dan simpati anak. Dengan mengenal banyak karakter lain
anak akan belajar untuk memahami perasaan orang lain dan berusaha
menempatkan dirinya pada posisi tersebut. Misalnya ketika dia merebut
mainan teman, maka dia akan belajar berempati bahwa temannya sedih
dengan sikap itu, maka kelak dia tidak akan mengulanginya agar temannya
mau bermain bersama lagi.
Pengalaman tersebut akan memberinya pelajaran berharga yang tidak bisa dilatih hanya dengan nasehat atau cerita dari orang tuanya.
Pengalaman tersebut akan memberinya pelajaran berharga yang tidak bisa dilatih hanya dengan nasehat atau cerita dari orang tuanya.
Selain itu anak juga perlu berlatih
untuk bersikap asertif, yaitu mampu berkata tidak namun dengan cara
yang santun dan tidak menyinggung pihak yang kita tolak. Pribadi yang
matang sebaiknya memilki asertifitas yang baik pula, sehingga mampu
memilah hal yang baik dan tidak untuk dirinya serta dapat menolak
hal-hal yang tidak baik tersebut namun tetap memilki hubungan yang baik
dengan semua pihak.
Misalnya melatihnya untuk menolak dan tidak ikut-ikutan ketika temannya memperolok teman yang lain, ajarkan dia untuk menyampaikan pendapatnya. Sampaikan bahwa dia tidak mau ikutan kalau masih nakal n olok-olok teman yang lain karena itu akan membuat orang lain sedih, tapi kalau nanti mereka sudah jadi anak baik lagi bisa berteman kembali. Hal ini lebih konkret dan lebih mudah dipahami pada tahapan usia dini.
Misalnya melatihnya untuk menolak dan tidak ikut-ikutan ketika temannya memperolok teman yang lain, ajarkan dia untuk menyampaikan pendapatnya. Sampaikan bahwa dia tidak mau ikutan kalau masih nakal n olok-olok teman yang lain karena itu akan membuat orang lain sedih, tapi kalau nanti mereka sudah jadi anak baik lagi bisa berteman kembali. Hal ini lebih konkret dan lebih mudah dipahami pada tahapan usia dini.
Anak yang melatih keterampilan
sosialnya sejak dini akan berkembang menjadi pribadi yang mudah
beradaptasi, memiliki kebesaran hati dan kedermawanan yang baik.
Anak adalah jejak kita di bumi, semua kebaikan yang kita usahakan akan diteruskan oleh mereka. Bimbing dan didklah mereka segna segenap cinta, kasih sayang dan ilmu yang kita milki, sehingga mereka menjadi insan yang mencintai Tuhannya dan dicintai olehn sesamanya.
Demikian materi ini kami susun, semoga dapat menjadi manfaat dan salah satu sumber semangat serta inspirasi dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan anak-anak kita bersama.
Doa dan harapan terbaik kami bagi anak Indonesia, generasi penerus yang membahagiakan dan membanggakan, insyaalloh..amin amin ya rabbal alamin.
Anak adalah jejak kita di bumi, semua kebaikan yang kita usahakan akan diteruskan oleh mereka. Bimbing dan didklah mereka segna segenap cinta, kasih sayang dan ilmu yang kita milki, sehingga mereka menjadi insan yang mencintai Tuhannya dan dicintai olehn sesamanya.
Demikian materi ini kami susun, semoga dapat menjadi manfaat dan salah satu sumber semangat serta inspirasi dalam menjalin hubungan yang harmonis dengan anak-anak kita bersama.
Doa dan harapan terbaik kami bagi anak Indonesia, generasi penerus yang membahagiakan dan membanggakan, insyaalloh..amin amin ya rabbal alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar