Rabu, 11 Juni 2014

Pendidikan Karakter, Solusi Kikis Permasalahan Bangsa



Pendidikan karakter sejatinya adalah aspek penting untuk menginternalisasi karakter dan kebiasaan positif pada generasi muda yang nantinya akan menjadi penerus estafet kepemimpinan bangsa. Sayangnya, pendidikan karakter di Indonesia yang ditanamkan sejak bangku taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi dapat dikatakan kurang berhasil. Sebab meski pendidikan agama, budi pekerti, dan kewarganegaraan telah diajarkan sejak dini, namun nyatanya tidak mengubah kebiasaan buruk masyarakat. Hal ini tercermin dari banyaknya karakter negatif yang dijumpai di tengah masyarakat, seperti ketidakdisiplinan, budaya jam karet, suka melanggar peraturan, korupsi yang meluas, serta penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum yang terkadang dianggap sebagai hal biasa.
Tidak dapat dipungkiri, pendidikan karakter di negeri ini baru sebatas diaplikasikan sebagai transfer ilmu tentang karakter, belum menyentuh pada aspek perilaku. Hal lain yang patut disayangkan, baik orang tua dan pejabat negeri cenderung tidak dapat menunjukkan teladan perilaku. Oleh karenanya, perlu upaya untuk membangun pendidikan karakter secara serius sehingga karakter bangsa tidak semakin memburuk.

Hal ini diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec ketika memberikan kuliah umum “Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa” di hadapan 500 mahasiswa dan dosen AMIKOM Mataram Nusa Tenggara Barat pada Selasa (24/12). Prof. Edy menganggap aspek pendidikan karakter kurang mendapat perhatian serius sehingga cenderung mengalami kegagalan di dunia pendidikan maupun masyarakat pada umumnya. Padahal, pendidikan karakter justru berperan penting sebagai landasan moral dan integritas untuk menyiapkan pemimpin bangsa di masa depan.
“Masyarakat kita tentunya merindukan sosok pemimpin yang mampu memberikan teladan. Namun yang terjadi justru masyarakat disuguhi tontonan pemimpin yang terlilit berbagai kasus, seperti korupsi”, ungkap pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Islam Indonesia ini.

Prof. Edy menambahkan kondisi ini berbalik 180 derajat dengan negara-negara maju di mana pendidikan karakter benar-benar mendapat perhatian serius. Pendidikan karakter di negara maju diinternalisasikan kepada anak sejak dini, misalnya seperti pendidikan budi pekerti dan kedisiplinan yang dipraktekkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari warga negaranya. Para pemimpin di sana pun turut memberi contoh dalam mengaplikasikan karakter tersebut.
Oleh karena itu, Prof. Edy menganggap perlunya mengambil langkah serius dalam memperbaiki pendidikan karakter bangsa. “Kita mendambakan penegakan hukum yang tegas, adanya sanksi sosial, dan keteladanan pemimpin”, ungkapnya. Jika hal ini tidak segera mendapat perhatian, ia khawatir karakter-karakter negatif seperti mudah terpancing amarah, anarkis, dan menyerobot hak orang lain justru lebih dominan muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar