Oleh Dr Ahsin Sakho Muhammad
Pimpinan
Pondok Pesantren Dar Al-Qur’an Arjawinangun Cirebon
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ [التوبة: 71]
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan
perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah
dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh,
Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)
Masyarakat
modern mendambakan sebuah sistem kehidupan dimana elemen-eleman dalam
masyarakat mempunyai peranan yang dominan dalam menata kehidupan yang mereka
inginkan. Masyarakat yang demikian kerap disebut masyarakat sipil (Civil
Society), namun beberapa cendikiawan Muslim di Asia Tenggara lebih suka menggunakan
istilah masyarakat madani sebagai gantinya.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia masyarakat madani diartikan sebagai, “Masyarakat sipil yang menjunjung tinggi norma, nilai-nilai dan
hukum yang ditopang oleh penguasaan teknologi yang berpereradaban, yang
didasarkan oleh iman dan ilmu.”
Masyarakat madani dalam
perspektif al-Qur’an
Terkait
persoalan masyarakat madani ini, penulis mengemukakan ayat 71 surah at-Taubah sebagai
sebuah pandangan dasar tentang karakteristik masyarakat madani yang ideal.
Ayat
di atas menjelaskan sifat-sifat yang seharusnya disandang oleh orang-orang Mukmin
dalam kapasitas mereka sebagai sebuah masyarakat. Dari enam sifat disebut dalam
ayat tersebut, sifat pertama menggunakan ungkapan khabari berupa jumlah
ismiyyah yang mempunyai makna tetap. Lima sifat berikutnya menggunakan ugkapan
khabari juga tapi dalam bentuk jumlah fi’liyyah (kata kerja),
yaitu ya’muruna (memerintahkan), Yanhauna (melarang), yuqimuna
(menegakkan), yu’tuuna (menunaikan), yuthi’uuna (taat).
Penggunaan lima kata kerja ini mempunyai arti bahwa semua pekerjaan itu terus
dilaksanakan dari waktu ke waktu sepanjang hayat manusia, sebagai proses yang
tiada henti.
Dalam Islam,
hidup adalah ibadah. Kehidupan di dunia harus diisi dengan kegiatan yang diniatkan
untuk mengabdi kepada Allah. Dalam Islam kehidupan dunia adalah ladang amal dan
bekerja, bukan alam pembalasan. Sebaliknya, kehidupan akhirat adalah alam pembalasan
bukan ladang untuk bekerja.
Penjabaran
enam sifat masyarakat madani Qur’ani adalah seperti berikut:
Pertama: Iman
yang merupakan landasaan ideal dan spiritual dari sebuah masyarakat. Setiap
mukmin harus menjadi auliya bagi mukmin lainnya. Maknanya adalah mereka saling
mengasihi, menyayangi, tolong menolong dalam kebaikan, karena adanya kedekatan di
antara mereka atas dasar kesamaan dalam beberapa hal yang sangat prinsip dalam
kehidupan, yaitu akidah (tauhid), pedoman hidup (al-Qur’an dan sunnah), dan tujuan
hidup (meraih keridhaan Allah, bahagia di dunia dan akhirat)
Persamaan
dalam tiga unsur tersebut diharapkan akan memicu sinergi antara satu dengan
lainnya. Kasih sayang (rahmah), empati (Ihtimam bilghair), tidak
egoistis (ananiyah), akan menjadikan hidupan ini semakin berarti dan menjadi
indah. Inilah sistim kehidupan yang dikehendaki Allah dan menjadi dambaan semua
masyarakat dunia. Akan halnya hubungan Muslim dengan masyarakat non-Muslim, pola
kehidupan yang diinginkan adalah rasa saling menghargai, menghormati, atas
dasar prinsip kemanusiaan.
Kedua dan
ketiga: Hak, Kewajiban dan Kesadaran hukum. Sesama mukmin handaklah terus
melakukan amar ma’ruf, yaitu memerintahkan yang lain untuk berbuat kebaikan. Maksud
kebaikan di sini adalah segala yang dipandang baik oleh agama dan akal. Mereka
juga saling mencegah berbuat kemungkaran atau suatu perilaku yang dipandang
jelek baik menurut agama maupun akal.
Segala kewajiban dan anjuran agama,
atau sesuatu yang menjadi kebutuhan masyarakat, baik primer maupun sekunder,
seperti sektor pangan, pendidikan, kesehatan dan lainnya harus menjadi
perhatian bersama, karena mengandung hal-hal yang positif bagi individu dan
masyarakat. Hal-hal yang ma’ruf sudah tentu indah karena berisi nilai-nilai
kehidupan. Sementara itu setiap larangan agama dipastikan mengandung banyak hal
negatif. Maka semua elemen masyarakat harus saling bahu membahu untuk
menghindarai hal-hal yang negatif tersebut.
Saat
ini, bentuk-bentuk kemungkaran telah berkembang bahkan berubah sesuai budaya
dan perilaku manusia, walaupun substansinya masih sama dengan apa yang
disebutkan dalam al-Qur’an. Dalam bidang ekonomi, memakan harta yang haram dan
batil, mempunyai ragam dan bentuknya. Semuanya merugikan orang lain. Contoh
yang marak adalah korupsi, kolusi, pungli, manipulasi, suap menyuap,
sogok-menyogok, kejahatan “kerah putih” (white colour crime),
pencucian uang haram, penggelembungan anggaran (mark up), belanja fiktif
dan lain sebagainya.
Begitu
pula dalam bidang politik, seperti kejahatan politik uang, jual beli suara
dalam pemilu, dan lain-lain. Dalam bidang lingkungan terjadi pencemaran,
pembabatan hutan, dan perusakan sumber daya alam lainnya. Semua kemungkaran
tersebut harus diatasi dengan cara-cara yang bijak dan efektif. Semua kalangan,
baik birokrat maupun masyarakat sipil, termasuk di dalamnya LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat), pers, organisasi massa, perguruan tinggi, dan lainnya harus
saling bahu membahu dalam penanganan kemungkaran ini, dengan mengawasi,
menegur, baik lisan maupun tulisan. Bisa juga melalui kurikulum di Perguruan
Tinggi, seperti kurikulum tentang bahaya korupsi.
Penanganan
kemungkaran ini dapat dilakukan mulai dengan tindakan halus hingga tindakan
tegas dari Ulil Amri atau pemerintah, melalui hukum yang berlaku secara
adil. Amar ma’ruf nahi munkar menjadi elemen yang sangat penting dalam
kehidupan. Cukuplah menjadi nilai yang tinggi bahwa amar ma’ruf nahi munkar
menjadi bagian yang integral bagi umat yang ingin menjadi bagian dari umat
terbaik. Bagi masyarakat yang ingin bahagia, beruntung dan sejahtera (falah),
harus ada kelompok yang mempunyai tugas mengawal kedua prinsip ini.
Tersingkirnya prinsip amar ma`ruf nahi munkar ini akan menyebabkan
masyarakat bisa porak poranda.
Keempat : Spiritualitas. Sebagai realisasi dari
keimanan, yaitu selalu mengerjakan shalat lima waktu, dengan memerhatikan
syarat, rukun dan etikanya. Dilakukan secara terus menerus sepanjang hayat dan
dikerjakan dengan baik dan khusyu’, agar hikmah shalat berubah menjadi
kepribadian seseorang. Shalat adalah hubungan antara hamba dengan Allah. Sebagai
refleksi pengabdian manusia kepada Tuhannya. Semangat spiritualitas ini harus
terus digelorakan dan didengungkan, agar manusia tidak terpedaya oleh setan
yang selalu mengincar manusia untuk digelincirkan dari jalan lurus.
Kelima: Kepedulian
sosial melalui zakat. Zakat adalah bentuk rasa kesetiakawanan sosial, empati,
berbagi dengan orang lain. Dengan zakat, manusia tidak lagi kikir, egois,
materialistis. Dengan zakat, kesenjangan ekonomi tidak begitu melebar. Jika
zakat adalah sebuah kebijakan agama yang demikian mulia, maka cara
menunaikannya juga harus baik, yaitu sesuai dengan ketentuan, diberikan kepada
yang berhak, dan pemberi zakat mendatangi sendiri para mustahiknya, seakan dia
yang membutuhkan kepada mereka.
Keenam : Rujukan
Agama. Mengatasi berbagai persoalan kehidupan diperlukan rujukan. Dalam islam
rujukan yang betul-betul kredibel adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dalam
semua lini kehidupan, baik dalam soal akidah, mu’amalah, ibadah maupun akhlak.
Taat kepada Allah berarti taat kepada ajaran yang ada dalam al-Qur’an.
Sementara taat kepada rasul adalah taat kepada apa yang ada dalam hadis. Allah
yang bersifat rahman dan rahim. Nabi Muhammad yang ditabalkan
sebagai Rasul pembawa rahmat bagi alam semesta yang juga santun dan penyayang,
akan mengarahkan manusia kepada pekerti yang menguntungkan bagi kehidupan
mereka. Dengan adanya rujukan kehidupan berupa al-Qur’an dan sunnah Nabi, maka
jalan kehidupan umat Islam menjadi jelas. Loyalitas mereka juga jelas.
Pada
akhir ayat diatas, Allah memberikan jaminan bahwa masyarakat muslim yang mampu
melaksanakan kelima perilaku tersebut akan mendapatkan rahmah atau kasih sayang dari Allah SWT. Hal itu tidaklah
berat bagi Allah karena Allah adalah Zat yang Mahaperkasa dan semua kebijakan-Nya
pasti mengena dan menuai hasil, karena Allah adalah Zat Yang Mahabijaksana.
Apa
yang disajikan diatas adalah tawaran al-Qur’an sebagai cara untuk membentuk
masyarakat yang penuh dengan nilai dan norma. Pada masa Nabi dan Khulafa’ Rasyidin,
semua komponen masyarakat ikut mengawasi jalannya pemerintahan. Pada saat
sahabat Umar dilantik menjadi Khalifah, seorang rakyatnya bersumpah bahwa jika
Umar menyeleweng, maka dia akan meluruskannya dengan pedang.
Al-Qur’an
telah memberikan predikat umat Islam pada masa Nabi dan para sahabatnya sebagai
umat yang terbaik yang terlahir di muka bumi. Inilah prestasi puncak umat
manusia. Nabi sendiri mengatakan bahwa generasi terbaik adalah generasi masanya
kemudian dua genarsi setelahnya.
Pada
saat masyarakat dunia telah terpecah menjadi negara bangsa, dan kekuasaan
absolut tidak lagi berada di tangan seseorang, tapi sudah terbagi menjadi tiga
kekuatan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, maka secara teori
masyarakat madani bisa tercipta manakala semua pihak bisa melaksanakan tugasnya
dengan baik. Agar semua elemen tiga kekuasaan tersebut berjalan dengan efektif
maka yang paling dibutuhkan adalah komitmen seluruh masyarakat untuk saling
bahu membahu melaksanakan semua program-program mereka atas dasar nilai-nilai
yang ada pada masing-masing penduduk.
Tidak
masalah jika penduduk satu bangsa berasal dari beragam agama. Namun sebaliknya
jika komitmen untuk membangun bangsa sudah memudar, maka yang difikirkan adalah
kepentingan pribadi maupun golongan. Mereka saling bantu membantu dalam
pelanggaran, seperti kerjasama antara eksekutif, yudikatif dan legislatif, maka bangsa ini
tinggal menunggu kehancurannya saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar