in
Dalam artikel Prestasi Indonesia Dimulai dari Keluarga sebelumnya, dijelaskan bagaimana dr. Supandji menanamkan kebiasaan bekerja keras dalam diri anak-anaknya.
Sementara suaminya fokus menanamkan disiplin, istri dr. Supandji,
Roesmiati berusaha agar anak-anaknya memiliki karakter yang baik.
Roesmiati punya cara tersendiri membesarkan anak-anaknya. Sejak
anak-anaknya masih kecil, setiap malam, sebelum tidur, dia menceritakan
dongeng-dongeng dengan berbagai pesan moral. Kisah yang didongengkan
adalah cerita dari kumpulan dongeng Hans Christian Andersen yang diubah
menjadi cerita rakyat dengan cara mengganti nama tokohnya dengan
nama-nama Jawa.
”Dengan mengganti nama yang lebih akrab dengan telinga mereka,
anak-anak dapat lebih cepat menangkap dan merekam pesan moral dari
cerita yang saya sampaikan. Dari dongeng itulah saya tanamkan kepada
mereka agar kelak menjadi kusuma bangsa,” kata Roesmiati.
Menurut pakar pendidikan karakter, Ratna Megawangi, membacakan cerita
kepada anak-anak sejak dini itu sangat efektif untuk menanamkan moral
yang baik. Anak-anak memerlukan imajinasi yang menarik, yang dapat
diberikan oleh cerita. Jika cerita dibawakan dengan melibatkan feeling
(emosi) anak dan dorongan untuk menerapkannya dalam tindakan nyata,
ajaran moral tersebut akan terukir dalam kepribadian anak.
Selain menanamkan nilai kesabaran, kasih sayang, dan kejujuran,
Roesmiati juga mendidik anak-anaknya takut akan Tuhan. ”Saya ingin
anak-anak saya menjadi kekasih Tuhan,” ujarnya.
”Saya selalu pesan, jika jadi dokter sembuhkanlah banyak orang dan
jangan cari uang, jadi guru jangan kejam, jadi tentara jangan untuk
membunuh, dan jangan pernah korupsi dan memanipulasi dana pembangunan
kalau jadi insinyur,” ujarnya. Pesan-pesan ini disampaikan oleh
Roesmiati agar anak-anaknya memiliki kesadaran untuk berbuat baik dari
dalam dirinya sendiri, bukan karena paksaan ataupun hukuman dari luar
semata.
Dr. Ratna Megawangi mengatakan bahwa paksaan ataupun hukuman tidak
efektif untuk membentuk karakter pada anak. Jika orang tua ataupun
pengontrol dari luar tidak ada, anak akan cenderung melanggar aturan
yang ada. Sebaliknya kesadaran diri mampu mencegah seseorang dari
perbuatan yang tidak baik, walau tidak ada yang mengawasinya. (Walau
begitu, bukan berarti sistem hukuman bagi pelanggar hukum sudah tidak
diperlukan lagi)
Ratna Megawangi memiliki cara-cara tersendiri untuk melatih kesadaran
moral dalam diri anak, berikut penuturannya, “Suatu saat, saya pernah
kehilangan uang sebesar lima ribu rupiah. Saya tahu, anak saya yang
ketika itu berusia 7 tahunlah yang mengambilnya. Sebelumnya, dia ingin
membeli sesuatu yang tidak saya izinkan. Saya tidak langsung menuduhnya,
tetapi berpura-pura menanyakan kepadanya, apakah ia melihat uang
tersebut. Ia tidak mengakui melihat uang tersebut, apalagi mengambilnya.
“Kemudian saya berkata, ‘Jika kamu berbohong pasti aka nada perasaan
tidak enak di hati. Apabila ada perasaan tersebut, itu adalah pertanda
Tuhan sangat sayang kepadamu dan tidak mau kamu berbohong. Perasaan
tersebut akan membuatmu sangat gundah dan tidak bahagia. Namun yang
paling tahu tentang perasaan kamu adalah dirimu sendiri.’ Setelah itu
saya meninggalkannya sendirian supaya memiliki waktu untuk merenung.
“Kira-ira 15 menit kemudian, dia mengetuk kamar saya. Sambil menangis
dan memeluk saya, dia berkata, ‘Mama, maaf tadi saya berbohong. Saya
yang mengambil uang itu.’ Saya katakan saya bangga sekali kepadanya. Dia
telah berhasil memenangkan nuraninya. Cahaya nuraninya dapat menerima
getaran cahaya Tuhan. Saat itulah saya menerangkan arti nurani. Nurani
dapat menjadi petunjuk ke jalan yang benar.”
Roesmiati dan Ratna Megawangi mengajarkan bahwa mendidik karakter
pada anak itu bisa dilakukan setiap saat dalam berbagai kejadian.
Karakter seseorang lebih mudah dibentuk saat masih anak-anak. Kegagalan
penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini akan membentuk pribadi
yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Dengan membentuk karakter
berkualitas pada anak-anak di setiap rumah, masa depan bangsa Indonesia
ini akan semakin terjamin. Seperti perkataan Ed Markey, “Walaupun
anak-anak hanya 24% dari jumlah penduduk, namun merekalah 100% dari masa
depan kita.”
Literatur
Pendidikan Karakter ala Keluarga Soepandji Penulis: Sonya Hellen
Sinombor dan Regina Rukmorini. Sumber: Kompas-Ekstra, Edisi Mei – Juni
2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar