Senin, 09 Juni 2014

Pendidikan Karakter di Rumah – Prestasi Indonesia Dimulai dari Keluarga

Posted by writer in on April 25, 2013 with no comments
Dalam artikel Prestasi Indonesia Dimulai dari Keluarga sebelumnya, dijelaskan bagaimana dr. Supandji menanamkan kebiasaan bekerja keras dalam diri anak-anaknya. Sementara suaminya fokus menanamkan disiplin, istri dr. Supandji, Roesmiati berusaha agar anak-anaknya memiliki karakter yang baik.
Roesmiati punya cara tersendiri membesarkan anak-anaknya. Sejak anak-anaknya masih kecil, setiap malam, sebelum tidur, dia menceritakan dongeng-dongeng dengan berbagai pesan moral. Kisah yang didongengkan adalah cerita dari kumpulan dongeng Hans Christian Andersen yang diubah menjadi cerita rakyat dengan cara mengganti nama tokohnya dengan nama-nama Jawa.
”Dengan mengganti nama yang lebih akrab dengan telinga mereka, anak-anak dapat lebih cepat menangkap dan merekam pesan moral dari cerita yang saya sampaikan. Dari dongeng itulah saya tanamkan kepada mereka agar kelak menjadi kusuma bangsa,” kata Roesmiati.
Menurut pakar pendidikan karakter, Ratna Megawangi, membacakan cerita kepada anak-anak sejak dini itu sangat efektif untuk menanamkan moral yang baik. Anak-anak memerlukan imajinasi yang menarik, yang dapat diberikan oleh cerita. Jika cerita dibawakan dengan melibatkan feeling (emosi) anak dan dorongan untuk menerapkannya dalam tindakan nyata, ajaran moral tersebut akan terukir dalam kepribadian anak.
Selain menanamkan nilai kesabaran, kasih sayang, dan kejujuran, Roesmiati juga mendidik anak-anaknya takut akan Tuhan. ”Saya ingin anak-anak saya menjadi kekasih Tuhan,” ujarnya.

”Saya selalu pesan, jika jadi dokter sembuhkanlah banyak orang dan jangan cari uang, jadi guru jangan kejam, jadi tentara jangan untuk membunuh, dan jangan pernah korupsi dan memanipulasi dana pembangunan kalau jadi insinyur,” ujarnya. Pesan-pesan ini disampaikan oleh Roesmiati agar anak-anaknya memiliki kesadaran untuk berbuat baik dari dalam dirinya sendiri, bukan karena paksaan ataupun hukuman dari luar semata.
Dr. Ratna Megawangi mengatakan bahwa paksaan ataupun hukuman tidak efektif untuk membentuk karakter pada anak. Jika orang tua ataupun pengontrol dari luar tidak ada, anak akan cenderung melanggar aturan yang ada. Sebaliknya kesadaran diri mampu mencegah seseorang dari perbuatan yang tidak baik, walau tidak ada yang mengawasinya. (Walau begitu, bukan berarti sistem hukuman bagi pelanggar hukum sudah tidak diperlukan lagi)
Ratna Megawangi memiliki cara-cara tersendiri untuk melatih kesadaran moral dalam diri anak, berikut penuturannya, “Suatu saat, saya pernah kehilangan uang sebesar lima ribu rupiah. Saya tahu, anak saya yang ketika itu berusia 7 tahunlah yang mengambilnya. Sebelumnya, dia ingin membeli sesuatu yang tidak saya izinkan. Saya tidak langsung menuduhnya, tetapi berpura-pura menanyakan kepadanya, apakah ia melihat uang tersebut. Ia tidak mengakui melihat uang tersebut, apalagi mengambilnya.
“Kemudian saya berkata, ‘Jika kamu berbohong pasti aka nada perasaan tidak enak di hati. Apabila ada perasaan tersebut, itu adalah pertanda Tuhan sangat sayang kepadamu dan tidak mau kamu berbohong. Perasaan tersebut akan membuatmu sangat gundah dan tidak bahagia. Namun yang paling tahu tentang perasaan kamu adalah dirimu sendiri.’ Setelah itu saya meninggalkannya sendirian supaya memiliki waktu untuk merenung.
“Kira-ira 15 menit kemudian, dia mengetuk kamar saya. Sambil menangis dan memeluk saya, dia berkata, ‘Mama, maaf tadi saya berbohong. Saya yang mengambil uang itu.’ Saya katakan saya bangga sekali kepadanya. Dia telah berhasil memenangkan nuraninya. Cahaya nuraninya dapat menerima getaran cahaya Tuhan. Saat itulah saya menerangkan arti nurani. Nurani dapat menjadi petunjuk ke jalan yang benar.”
Roesmiati dan Ratna Megawangi mengajarkan bahwa mendidik karakter pada anak itu bisa dilakukan setiap saat dalam berbagai kejadian. Karakter seseorang lebih mudah dibentuk saat masih anak-anak. Kegagalan penanaman karakter pada seseorang sejak usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Dengan membentuk karakter berkualitas pada anak-anak di setiap rumah, masa depan bangsa Indonesia ini akan semakin terjamin. Seperti perkataan Ed Markey, “Walaupun anak-anak hanya 24% dari jumlah penduduk, namun merekalah 100% dari masa depan kita.”

Literatur
Pendidikan Karakter ala Keluarga Soepandji Penulis: Sonya Hellen Sinombor dan Regina Rukmorini. Sumber: Kompas-Ekstra, Edisi Mei – Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar