Oleh Djoko Santoso
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas)
Setiap tanggal 20 Mei kita memperingati
Hari Kebangkitan Nasional. Sudah sewajarnya jika setiap peringatan hari
penting kita perlu merenung dan berpikir untuk mengambil hikmahnya.
Tanggal 20 Mei 1908 adalah hari berdirinya Budi Oetomo sebagai awal
organisasi “modern” yang kemudian mewujudkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Berkaitan dengan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini ada hal
penting yang perlu kita tekankan yaitu tema Hari Pendidikan Nasional
yang juga kita peringati dalam bulan ini,tepatnya tanggal 2 Mei lalu.
Tema peringatan Hari Pendidikan Nasional 2011 ialah “Pendidikan karakter
sebagai pilar kebangkitan bangsa” dengan subtema “raih prestasi junjung
budi pekerti”. Kedua peringatan hari nasional ini berkaitan erat satu
sama lain, karena pendidikan adalah proses pembudayaan dan kebangkitan
merupakan awal proses,sehingga keduanya memandu proses pembentukan
karakter atau jati diri bangsa Indonesia.
Pendidikan karakter kita pahami berjalan mulai anak usia dini (bahkan
mungkin sejak bayi di dalam kandungan?) hingga ke perguruan tinggi.
Karenaitu,pendidikankarakter tidak hanya menjadi tanggung
jawabpendidikanpersekolahan dari jenjang PAUD hingga perguruan tinggi,
tapi juga tanggung jawab orangtua,keluarga, dan masyarakat. Di dalam
ruang lingkup lokal, orangtua dan keluarga memiliki peran kuat pada usia
awal dan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia anak.
Sebaliknya, pengaruh pendidikan sekolah dan masyarakat semakin
menguat bersamaan dengan bertambahnya usia anak. Khusus untuk pendidikan
tinggi, desain pendidikan tinggi yang terkait dengan pendidikan
karakter sangat penting. Pendidikan karakter wajib ada di dalam kerangka
dasar semua unsur pendidikan di perguruan tinggi. Mengapa demikian?
Pendidikan karakter adalah landasan bagi budaya akademik, karena ilmu
pada prinsipnya dapat kita pandang dalam perspektif moral dan sosial,
sehingga akan terkait langsung dengan perspektif kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Penjabaran lebih luas,pemahaman dan implementasi dari empat pilar
yang mencakup nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika. Kesemuanya itu, jika
diamalkan, wujudnya adalah perilaku yang baik dengan karakter moral
bangsa Indonesia. Secara umum nilai-nilai luhur keempat pilar wajib
melandasi proses pendidikan menuju perilaku berkarakter. Implementasinya
dengan cara olah pikir, olah hati, olah rasa/karsa, dan olahraga.
Pendidikan Tinggi
Kerangka umum dalam masyarakat akademik perguruan tinggi terdiri atas
dua unsur utama, yaitu dosen dan mahasiswa.Mereka ada dalam lingkungan
akademik yang didukung para tenaga kependidikan, infrastruktur
pendukung, dan program-program. Kedua unsur tersebut harus memiliki
orientasi ke arah perkembangan budaya akademik. Secara praktis mereka
akan diikat dalam etika akademik yang tumbuh dari nilai-nilai luhur dan
berujung pada terbentuknya budaya akademik.
Meski demikian,patut dipahami latar belakang keseluruhan unsur yang
ada dan lebih dicermati lagi dinamika eksternal kampus. Di dalam
pelaksanaannya, inti kegiatan di perguruan tinggi ialah Tridharma
Perguruan Tinggi, sehingga semua kegiatan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan dengan berkarakter. Jika
terjadi, akan ada dalam pembiasaan kehidupan keseharian di kampus yang
menjadi budaya kampus. Bentuk nyatanya tampak dengan kegiatan
kemahasiswaan dalam berbagai bidang seperti pramuka, olahraga, karya
tulis,kesenian,dll. Dengan demikian, terwujudlah kegiatan keseharian
yang berkarakter di kampus dan lingkungan sekitarnya.
Cara ini akan mewujudkan budaya akademik yang merupakan
pengejawantahan dari nilai-nilai luhur total dalam budaya akademik.
Norma kegiatan akademik yang dirujuk di Indonesia bersubyek kepada
mahasiswa yang melakukan proses pembelajaran. Wujudnya ialah kegiatan
kurikuler,ko-kurikuler (kegiatan kemahasiswaan yang berbasis kepada
bidang profesi yang dipelajari),dan ekstrakurikuler (kegiatan
kemahasiswaan yang tidak terkait langsung dengan profesi yang
dipelajarinya). Proses pembelajaran ini merupakan kegiatan akademik yang
berlandaskan budaya akademik menuju nilai utama dan etika akademik.
Beban-beban kegiatan akademik tersebut seutuhnya harus proporsional,
produktif, dan positif.
Meskipun demikian, latar belakang berbagai kampus pasti berbeda dan
dinamika luar kampus juga bervariasi, sehingga tindakan kritis yang
bijak perlu dipertimbangkan secara menerus. Sehubungan dengan itu, pada
prinsipnya mahasiswa harus diperhatikan dan “diurus”, karena kalau tidak
diurus akan “diurus”oleh pihak lain yang bisa saja tidak sejalan dengan
nilai-nilai luhur kita,bahkan bertentangan. Jika kegiatan tersebut
berjalan dengan baik,hasilnya ialah tegaknya disiplin moral individu.
Contoh yang mudah dicerna misalnya tindakan untuk tidak melakukan
tindakan menyontek atau plagiat. Sehubungan dengan hal itu, para rektor
perguruan tinggi negeripada4Mei2011telahbersepakat mendeklarasikan (1)
pengawalan terhadap empat pilar negara dan (2) anti terhadap penyontekan
dan plagiat. Sebagaipenutup,pendidikan adalah“soft power”jika dilandasi
karakter nilai-nilai luhur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar